Senin, 24 Januari 2011

PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA PASAR MODAL

Oleh : SUDARMAN TETRA GINANWAR

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasar modal merupakan sebuah instrument yang bertujuan untuk menunjang pelaksaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas ekonomi nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat. Guna mencapai tujuan tersebut, pasar modal mempunyai peran strategis sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha, termasuk usaha menengah dan kecil, sedangkan disisi lain pasar modal juga merupakan wahana investasi bagi masyarakat. Dari penjelasan ini dapat diketahui bahwa keberadaan Pasar Modal Indonesia memegang peranan yang sangat penting dalam pembangunan perekonomian Indonesia, sehingga diatur dalam satu aturan khusus, yaitu UU No.8 tahun 1995 tentang Pasar Modal dan berbagai aturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Pengaturan khusus ini bertujuan agar aktivitas di Pasar Modal dapat berjalan konsisten dan taat asas bagi semua pelaku di pasar modal dan tidak terjadi pelanggaran dan tindak pidana, sehingga apa yang menjadi tujuan pendirian pasar modal dapat terwujud.
Selama 32 tahun terakhir, keberadaan Pasar Modal Indonesia terus meningkat, dengan mulai banyaknya pelaku bisnis berinvestasi di Pasar Modal. Sayang sejalan dengan perkembangan pasar modal tersebut, perbuatan pelanggaran dan tindak pidana pasar modal ikut juga semakin meningkat. Dari data yang ada, berdasarkan laporan tahunan Bapepam-LK, selama 3 (tiga) tahun terakhir (2007-2009), di tahun 2007, Bapepam-LK telah menyelesaikan 21 kasus, dari 39 kasus yang diperiksa, kemudian pada tahun 2008, 41 kasus tahap pemeriksaan, 15 kasus tahap penyidikan, selanjutnya di tahun 2009 terjadi 89 kasus tahap pemeriksaan, 11 kasus tahap penyidikan. Ada kesan hal ini disebabkan oleh lemahnya penegakan hukum, yang bisa saja terjadi karena UU dan Peraturan Pasar Modal yang ketinggalan dengan perkembangan bisnis pasar modal, lemahnya institusi penegak hukum dalam melakukan law enforcement atau kurang professionalnya aparat penegak hukum itu sendiri, itulah yang perlu dicari solusinya. Penegakan hukum yang bagaimana yang dapat diterapkan untuk menciptakan Pasar Modal yang aman dan dapat dipercaya masyarakat khususnya para investor.

B. Permasalahan
Berdasarkan uraian singkat diatas, saya mengamati berbagai kasus pasar modal di Indonesia, tetapi dalam penyelesaian dan penegakan hukumnya masih belum berjalan optimal atau tidak sesuai yang diharapkan oleh pelaku pasar modal di Indonesia, padahal dalam aktivitas pasar modal sudah ada peraturan yang jelas bahkan sudah ada badan khusus yang menangani pasar modal di Indonesia yaitu Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Sehingga permasalan yang akan dibahas yaitu :
Bagaimana hukum yang dapat diterapkan untuk menciptakan Pasar Modal yang aman dan dapat dipercaya masyarakat ?

C. Tujuan dan Kegunaan
1. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk menganalisis dan menjabarkan Penerapan hukum untuk menciptakan Pasar Modal yang aman dan dapat dipercaya masyarakat.
2. Kegunaan
Kegunaan penjabaran permasalahan ini adalah untuk mengetahui secara komprehensif sistem Pasar Modal yang ada dan diterapkan di Indonesia, baik dari aspek hukum maupun aspek ekonomi Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Pasar Modal.
Dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal telah diatur berbagai bentuk pelanggaran dan tindakan pidana pasar modal berserta sanksi bagi pelakunya. Perbuatan yang dilarang tersebut meliputi :
1. Penipuan, yaitu diatur dalam Pasal 90 Undang-undang No. 8 Tahun 1995, bahwa dalam kegiatan perdagangan efek, setiap pihak dilarang secara langsung atau tidak langsung :
a. Menipu atau mengelabui pihak lain dengan menggunakan sarana dan atau cara apapun;
b. Turut serta menipu atau mengelabui pihak lain dan membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang materiil agar peryataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat peryataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau mengindarkan kerugian untuk diri sendiri atau pihak lain dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli atau menjual efek.

2. Manipulasi Pasar, diantaranya :
a. Menciptakan gambaran semu atau menyesatkan mengenai perdagangan, keadaan pasar, atau harga efek (Pasar 91).
b. Rekayasa harga efek di bursa, yaitu apabila setiap pihak, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan pihak lain, melakukan 2 (dua) transaksi Efek atau lebih, baik langsung maupun tidak langsung, sehingga menyebabkan harga Efek di Bursa Efek tetap, naik, atau turun dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli, menjual, atau menahan Efek (Pasal 92).
c. Memberikan peryataan atau keterangan tidak benar atau menyesatkan, sehingga harga efek di bursa terpengaruh, yaitu setiap pihak dilarang dengan cara apapun, membuat peryataan atau memberikan keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan, sehingga mempengaruhi harga efek di bursa efek apabila pada saat peryataan dibuat atau keterangan diberikan :
1). Pihak yang bersangkutan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa peryataan atau keterangan tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan; atau
2). Pihak yang bersangkutan tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran material dari peryataan atau keterangan tersebut.

3. Insider Trading
Insider trading adalah Perdagangan efek dengan mempergunakan Informasi Orang Dalam (IOD). IOD adalah informasi material yang dimiliki orang dalam yang belum tersedia untuk umum. UU No. 8 tahun 1995, tidak memberikan batasan insider trading secara tegas. Transaksi yang dilarang antara lain yaitu orang dalam dari emiten yang mempunyai informasi orang dalam melakukan transaksi penjualan atau pembelian atas efek emiten atau perusahaan lain yang melakukan transaksi dengan emiten atau perusahaan publik yang bersangkutan. Dengan demikian pokok permasalahan insider trading adalah ”informasi”. Orang dalam atau dikenal dengan “insider” adalah manajer, pegawai atau pemegang saham utama emiten atau perusahaan publik, pihak yang karena kedudukan atau profesinya atau karena hubungan usahanya dengan emiten atau perusahaan publik memungkinkannya mempunyai IOD, termasuk pihak yang dalam 6 bulan terakhir tidak lagi menjadi orang-orang tersebut. Sementara pihak lain yang dilarang melakukan insider trading adalah mereka yang memperoleh IOD secara melawan hukum, sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 97 UU Pasar Modal, bahwa pihak yang berusaha untuk memperoleh IOD dari orang dalam secara melawan hukum dan kemudian memperolehnya dikenakan larangan yang sama dengan larangan yang berlaku bagi orang yang sebagaimana dimaksud Pasal 95 dan Pasal 96. Demikian juga perusahaan efek yang memiliki IOD, pegawai Bapepam yang diberi tugas atau pihak lain yang ditunjuk oleh Bapepam untuk melakukan pemeriksaan juga dilarang memanfaatkan untuk diri sendiri atau pihak lain kecuali diperintahkan oleh UU lainnya. (Pasal 98 ayat 4).

4. Short Selling
Selain berbagai perbuatan yang dilarang di Pasar Modal di atas banyak berkembang perbuatan pelanggaran dan tindak pidana yang lain yang belum terjangkau oleh Undang-undang Pasar Modal, seperti “Short Selling”, yaitu perdagangan efek pada pasar tidak normal atau jatuh, yang menjadikan short selling sebagai perbuatan pidana adalah merusak atau menurunkan harga efek, merusak atau menurunkan indeks harga saham yang secara langsung dapat merubah kondisi perekonomian nasional.

5. Money Laundering
Perlu dicermati bahwa pasar modal juga dapat dijadikan sebagai lahan Money Laundering, baik melalui pembelian saham di transaksi bursa, maupun akuisisi perusahaan terbuka serta manipulasi data keuangan perusahaan terbuka. Dalam transaksi di Pasar Modal sulit diketahui asal usul atau sumber pendanaan yang dijadikan alat bayar oleh pelaku pasar modal, ini yang sulit untuk dilakukan pembuktian.

B. Penegakan Hukum Pidana di Pasar Modal
Penegakan hukum merupakan rangkaian proses untuk menjabarkan nilai-nilai, cita yang cukup abstrak yang menjadi tujuan hukum. Tujuan hukum atau cita hukum memuat nilai-nilai moral, seperti keadilan. Nilai tersebut harus mampu diwujudkan dalam realitas nyata. Penegakan hukum sebagai sarana untuk mencapai tujuan hukum, sudah seharusnya mendapat energi lebih agar hukum mampu berkerja untuk mewujudkan nilai-nilai moral dalam hukum. Dalam kerangka penegakan hukum, khusus penegakan hukum pidana terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap formulasi, tahap aplikasi, dan tahap eksekusi yaitu :
1. Tahap Formulasi, adalah tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh badan pembentuk undang-undang. Dalam tahap ini pembentuk undang-undang melakukan kegiatan memilih nilai-nilai yang sesuai dengan keadaan dan situasi masa kini dan masa yang akan datang, kemudian merumuskannya dalam bentuk peraturan perundang-undangan pidana untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang baik. Tahap ini dapat juga disebut dengan tahap kebijakan legislasi.
2. Tahap Aplikasi, tahap penegakan hukum pidana (tahap penerapan hukum pidana) oleh aparat-aparat penegak hukum, mulai dari kepolisian, kejaksaan, advokat, hingga pengadilan. Dalam tahap ini aparat penegak hukum menegakkan serta menerapkan peraturan perundangan pidana yang dibuat oleh badan pembentuk undang-undang. Dalam melaksanakan tugas aparat penegak hukum harus memegang teguh nilai-nilai keadilan dan manfaat. Tahap kedua ini juga disebut tahap kebijakan yudikatif.
3. Tahap Eksekusi, yaitu tahap penegakan (pelaksanaan) hukum pidana secara konkret oleh aparat pelaksana pidana. Dalam tahap ini aparat pelaksana pidana bertugas menegakkan aturan yang telah dibuat oleh pembentuk undang-undang melalui penerapan pidana yang telah ditetapkan oleh pengadilan.
Paling tidak ada 5 (lima) faktor yang sangat mempengaruhi penegakan hukum itu sendiri, termasuk penegakan hukum pidana di pasar modal diantaranya :
1. Peraturan Perudang-undangan (aturan hukum), peraturan yang pasti dan bias ditegakan;
2. Penegakan Hukum, yaitu fihak fihak yang mem¬bentuk maupun menerapkan hukum;
3. Kesadaran Masyarakat, yakni dimana hukum tersebut diterapkan
4. Fasilitas Pendukung, sarana atau fasilitas yang mendukung pe¬negakan hukum;
5. Budaya Hukum masyarakat, yaitu sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Dalam kegiatan Pasar Modal sebagai rule of the game, telah ada UU Khusus yaitu UU Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal serta berbagai peraturan pelaksana yang diterbitkan pemerintah maupun Bapepam-LK sebagai lembaga self regulation. Jika dicermati, aturan-aturan itu sudah cukup banyak, namun perlu disesuaikan dengan berbagai pengaturan yang lain. Berbagai pelanggaran dan tindak pidana pasar modal yang terjadi saat ini seperti short selling, money laundry, dan insider treding masih sulit untuk dijerat dengan undang-undang pasar modal ini. Misalnya tindak pidana insider trading, UU Pasar Modal kita hanya mengatur setiap orang yang mempunyai hubungan lain berdasarkan kepercayaan dalam perusahaan atau siapa saja yang dibayar oleh perusahaan untuk menjalankan tugas (karyawan), dalam menjalankan tugasnya yang bersangkutan tidak boleh mengambil manfaat baik penjualan maupun pembelian efek. UU Pasar Modal tidak dapat menjangkau para pelaku insider trading yang bukan orang dalam tetapi melakukan transaksi efek berdasarkan informasi orang dalam yang belum di-discloser yang ia miliki, dimana informasi tersebut tidak ia peroleh secara melawan hukum. Hal seperti ini harus secepatnya diantisipasi oleh Bapepam-LK.
Di dalam suatu negara yang sedang mem¬bangun, fungsi hukum tidak hanya sebagai alat kon¬trol sosial atau sarana untuk menjaga stabilitas semata, akan tetapi juga sebagai alat untuk mela¬kukan pembaharuan atau perubahan di dalam suatu masyarakat, sebagaimana disebutkan oleh Roscoe Pound (1870 1874) salah seorang tokoh Sosiological Jurisprudence, hukum adalah as a tool of social engineering ( alat rekayasa sosial ) disamping as a tool of social Control ( alat kontrol sosial ).
Dalam penegakan hukum ekonomi dalam kegiatan pasar modal, maka diperlukan konsep penegakan hukum yang lain, yang dimaksud dalam tulisan ini adalah penegakan hukum dalam arti Law Enforcement. Joseph Golstein, membedakan penegakan hukum pidana atas tiga macam yaitu
Pertama, Total Enforcement, yakni ruang lingkup penegakan hukum pidana sebagaimana yang dirumuskan oleh hukum pidana substantif. Penegakan hukum yang pertama ini tidak mungkin dilakukan sebab para penegak hukum dibatasi secara ketat oleh hukum acara pidana. Disamping itu, hukum pidana substantif itu sendiri memiliki kemungkinan memberikan batasan-batasan. Ruang lingkup yang dibatasi ini disebut dengan area of no enforcement.
Kedua, Full Enforcement, yaitu Total Enforcement setelah dikurangi area of no enforcement, dimana penegak hukum diharapkan menegakkan hukum secara maksimal, tetapi menurut Goldstein hal inipun sulit untuk dicapai (not a realistic expectation), sebab adanya keterbatasan-keterbatasan dalam bentuk waktu, personal, alat-alat dana dan sebagainya yang dapat menyebabkan dilakukannya diskresi.
Ketiga, Actual Enforcement, Actual Enforcement ini baru dapat berjalan apabila, sudah terdapat bukti-bukti yang cukup. Dengan kata lain, harus sudah ada perbuatan, orang yang berbuat, saksi atau alat bukti yang lain, serta adanya pasal yang dilanggar.
Memperhatikan beberapa pendapat di atas, penegakan hukum dapat dibedakan atas dua macam, yaitu penegakan hukum dalam arti luas seperti yang dikutip oleh Barda Nawawi Arief dari buku Hoefnagels, serta penegakan hukum dalam arti sempit yang lebih ditujukan pada penegakan peraturan perundang-undangan atau yang lebih dikenal dengan Law Enforcement

C. Penegakan hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pasar Modal
Bapepam adalah lembaga regulator dan pengawas pasar modal, dipimpin oleh seorang ketua, dibantu seorang sekretaris, dan tujuh orang kepala biro terdiri atas :
- Biro perundang-undangan dan Bantuan Hukum
- Biro Pemeriksaan dan Penyidikan
- Biro Pengelolaan dan Riset
- Biro Transaksi dan Lembaga Efek
- Biro Penilaian Keuangan Perusahaan Sektor Jasa
- Biro Penilaian Keuangan Perusahaan Sektor Riil.
- Biro Standar dan Keterbukaan.
Bila terjadi pelanggaran perundang-undangan pasar modal atau ketentuan di bidang pasar modal lainnya maka, Bapepam sebagai penyidik akan melakukan pemeriksaan terhadap pihak yang melakukan pelanggaran tersebut, bila memang telah terbukti akan menetapkan sanksi kepada pelaku tersebut. Penetapan sanksi akan diberikan atau diputuskan oleh ketua Bapepam setelah mendapat masukan dari bagian pemeriksaan dan penyidikan Bapepam. Bila mereka yang dikenai sanksi dapat menerima putusan tersebut. Maka pihak yang terkena sanksi akan melaksanakan semua yang telah ditetapkan oleh Bapepam. Permasalahan akan berlanjut bila sanksi yang telah ditetapkan tersebut tidak dapat diterima atau tidak dilaksanakan, misalnya denda yang telah ditetapkan oleh Bapepam tidak dipenuhi oleh pihak yang diduga telah melakukan pelanggaran, maka akan dilanjutkan dengan tahap penuntutan, dengan menyerahkan kasus tersebut kepada pihak Kejaksaan sebagai lembaga yang berwenang melakukan penuntutan.
Demikian pula dengan Bursa Efek, sebagai lembaga yang menyelenggarakan pelaksanaan perdagangan efek, apabila di dalam melakukan transaksi perdagangan efek menemukan suatu pelanggaran, yang berindikasi adanya pelanggaran yang bersifat pidana, lembaga ini akan menyerahkan pelanggaran tersebut kepada Bapepam untuk dilakukan pemeriksaan dan penyidikan. Kewenangan melakukan penyidikan terhadap setiap kasus (pelanggaran peraturan perundangan pidana) bagi Bapepam, diberikan oleh KUHAP seperti tercantum di dalam ketentuan Pasal 6 (ayat 1) huruf (b). yang menyebutkan :
“Penyidik adalah aparat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.”
Kewenangan ini merupakan pengejewantahan (perwujudan, pelaksanaan, manifestasi) dari fungsi Bapepam sebagai lembaga pengawas.
Tata cara pemeriksaan di bidang pasar modal dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 1995. Bapepam akan melakukan pemeriksaan bila :
1. Ada laporan, pemberitahuan atau pengaduan dari pihak tentang adanya pelanggaran peraturan perundang-undangan pasar modal
2. Bila tidak dipenuhinya kewajiban oleh pihak-pihak yang memperoleh perizinan, persetujuan atau dari pendaftaran dari Bapepam ataupun dari pihak lain yang dipersyaratkan untuk menyampaikan laporan kepada Bapepam, dan
3. Adanya petunjuk telah terjadinya pelanggaran perundang-undangan di bidang pasar modal.
Di dalam melaksanakan fungsi pengawasan, menurut UUPM Nomor. 8 Tahun 1995 bertugas dalam pembinaan, pengaturan dan pengawasan kegiatan-kegiatan pelaku ekonomi di pasar modal. Dalam melaksanakan berbagai tugasnya ini, Bapepam memiliki fungsi antara lain, menyusun peraturan dan menegakkan peraturan di bidang pasar modal, melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pihak yang memperoleh izin, persetujuan dan pendaftaran dari Bapepam dan pihak lain yang bergerak di bidang pasar modal, menyelesaikan keberatan yang diajukan oleh pihak yang dikenakan sanksi oleh Bursa Efek, lembaga kliring dan penjaminan, maupun lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lainnya. Dengan berbagai fungsinya tersebut, Bapepam dapat mewujudkan tujuan penciptaan kegiatan pasar modal yang teratur, dan efisien serta dapat melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat.
Dalam melaksanakan fungsi penegakan hukum, Bapepam bersikap proaktif bila terdapat indikasi pelanggaran peraturan perundang-undangan pasar modal. Dengan melakukan pemeriksaan, dan atau penyidikan, yang didasarkan kepada laporan atau pengaduan dari pelaku-pelaku pasar modal, data tersebut dianalisis oleh Bapepam dan dari hasil tersebut dijadikan konsumsi publik dengan melakukan pemberitaan melalui media massa.
Sejak tahun 1997, Bapepam melaksanakan press release secara berkala kepada masyarakat, antara lain melalui media massa dan media internet. Presss Release yang dikeluarkan oleh Bapepam, merupakan bentuk publikasi dan pertanggungjawaban kepada masyarakat mengenai kondisi, dan keberadaan suatu perusahaan, dan juga kebutuhan masyarakat akan informasi pasar modal lainnya misalnya, bila ada kebijakan perundang-undangan yang baru dari Bapepam. Selain itu pula, kebijakan untuk selalu membuat laporan kepada masyarakat melalui press release ini adalah merupakan perwujudan dari prinsip kejujuran dan keterbukaan (tranparansi) yang dianut oleh lembaga pengawas pasar modal ini.

D. Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Pasar Modal.
Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 1995, seperti halnya KUHP, juga membagi tindak pidana di bidang pasar modal menjadi dua macam, yaitu kejahatan dan pelanggaran di bidang pasar modal. Dari kasus-kasus pelanggaran perundang-undangan di atas, sebagaimana telah dijelaskan diatas, bahwa selama ini belum ada satu kasuspun yang penyelesaiannya melalui jalur kebijakan pidana, tetapi melalui penjatuhan sanksi administrasi, yang penyelesaiannya dilakukan oleh dan di Bapepam. Baru pada tahun 2004 terdapat satu kasus tindak pidana pasar modal yang sudah sampai ke pihak kejaksaan, yaitu Kasus tindak pidana dalam perdagangan saham PT Primarindo Asia Infrastruktur Tbk (BIMA) dengan kata lain proses penyelesaiannya melalui sistem peradilan pidana.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995, meletakkan kebijakan kriminal melalui hukum pidana terhadap tindak pidana pelanggaran pasar modal dalam Pasal 103 ayat (2), yaitu pelanggaran Pasal 23, Pasal 105, dan Pasal 109. Untuk jelasnya akan dikutip berikut ini :
Pasal 103 ayat (2)
Pelanggaran pasar modal disini adalah, pelanggaran terhadap Pasal 32 yaitu :
- Seseorang yang melakukan kegiatan sebagai wakil penjamin efek. Wakil perantara pedagang efek atau wakil menager inveatasi tanpa mendapatkan izin Bapepam.
- Ancaman bagi pelaku adalah maksimum pidana selama 1 (satu) tahun kurungan dan denda Rp. 1000.000.000.00.-(satu milyar rupiah)
Pasal 105
Pelanggaran pasar modal yang dimaksudkan disini adalah pelanggaran Pasal 42 yang dilakukan oleh Manajer investasi, atau pihak terafiliasinya, yaitu :
Menerima imbalan (dalam bentuk apapun), baik langsung maupun tidak langsung yang dapat mempengaruhi manejer investasi itu untuk membeli atau menjual efek untuk reksa dana.
Ancaman pidana berupa pidana kurungan maksimum 1 (satu) tahun kurungan dan denda Rp. 1.000.000.000.00.-(satu milyar rupiah).
Pasal 109
Yang dilanggar disini adalah perbuatan tidak mematuhi atau menghambat pelaksanaan Pasal 100, yang berkaitan dengan kewenangan Bapepam dalam melaksanakan pemeriksaan terhadap semua pihak yang diduga atau terlibat dalam pelanggaran UUPM.
Kalangan bisnis harus tetap mempertimbangkan di samping aspek hukum, juga tanggung jawab moral dari kegiatan mereka. Walaupun dunia bisnis mengakui kewajiban untuk berperilaku etis, tetapi menemui kesulitan untuk mengembangkan dan menerapkan prosedur untuk melaksanakan kewajiban tersebut. Salah satu kesulitannya adalah dari kenyataan yang semakin berkembang bahwa masalah moral muncul dari segala aspek kegiatan bisnis. Menurut tradisi, membicarakan etika bisnis terbatas pada topik tertentu seperti iklan yang menyesatkan, itikad baik dalam negosiasi kontrak, larangan penyuapan. Dewasa ini, masalah yang berkaitan dengan tanggung jawah moral dari bisnis berkembang dari keputusan pemasaran seperti melanggar etika menjual produk yang berbahaya. masalah pemberian upah yang adil, tempat kerja yang melindungi kesehatan dan keselamatan buruh, etika dalam merger dan akuisisi, sampai kepada kerusakan lingkungan. Pendeknya semua keputusan bisnis, khususnya yang menimbulkan ketidakpastian dan konsekuensi yang berkepanjangan, yang mempengaruhi banyak individu, organisasi lain dan bahkan kegiatan pemerintah, dapat menghadirkan masalah etika yang serius. Di dalam kenyataannya etika yang ditegakkan atas dasar kesadaran individu-individu tidak dapat berjalan karena tarikan berbagai kepentingan, terutama untuk mencari keuntungan, tujuan yang paling utama dalam menjalankan bisnis. Oleh karenanya, standar moral harus dituangkan dalam aturan-aturan hukum yang diberikan sanksi. Disinilah letaknya campur tangan negara dalam persaingan bebas dan kebebasan berkontrak, untuk melindungi pihak yang lemah. Oleh karena itu hukum juga sepanjang sejarahnya bersumber pada dan mengandung nilai-nilai moral
Masa datang ini perlu memberikan prioritas pada Undang-Undang yang berkaitan dengan akumulasi modal untuk pembiayaan pembangunan dan demokratisasi ekonomi untuk mencapai efisiensi, memenuhi fungsi hukum sebagai fasilitator bisnis. Optimalisasi sumber pembiayaan pembangunan memerlukan pembaruan Undang-Undang Penanaman Modal, Undang-Undang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Pasar Modal. Indonesia juga harus menerapkan Undang-Undang “money laundering” dengan konsekuen, antara lain untuk memberantas kejahatan narkotika dan korupsi. Ekonomi pasar yang didominasi oleh aktivitas pasar yang illegal akan tidak menjadi efisien, dan cenderung akan mendorong ketidak adilan dan pemerasan.
Faktor yang utama bagi hukum untuk dapat berperanan dalam pembangunan ekonomi adalah apakah hukum mampu menciptakan “stability”, “predictability” dan “fairness”. Dua hal yang pertama adalah prasyarat bagi sistim ekonomi apa saja untuk berfungsi. Termasuk dalam fungsi stabilitas (stability) adalah potensi hukum menyeimbangkan dan mengakomodasi kepentingan-kepentingan yang saling bersaing. Kebutuhan fungsi hukum untuk dapat meramalkan (predictability) akibat dari suatu langkah-langkah yang diambil khususnya penting bagi negeri yang sebagian besar rakyatnya untuk pertama kali memasuki hubungan-hubungan ekonomi melampaui lingkungan sosial yang tradisional. Aspek keadilan (fairness), seperti, perlakuan yang sama dan standar pola tingkah laku Pemerintah adalah perlu untuk menjaga mekanisme pasar dan mencegah birokrasi yang berlebihan.
Bapepam adalah lembaga pengawas pasar modal, bila terjadi pelanggaran perundang-undangan pasar modal atau ketentuan di bidang pasar modal lainnya maka, Bapepam memiliki tangung jawab untuk menegakkan hukum pasar modal dan sebagai penyidik akan melakukan pemeriksaan terhadap pihak yang melakukan pelanggaran tersebut, dan bila memang terbukti akan menetapkan sanksi.
Berdasarkan laporan Bapepam-LK tiga tahun terakhir, telah terjadi banyak pelanggaran dan perbuatan tindak pidana pasar modal, namun sebagian besar sanksi adalah sanksi administratif, hal ini menunjukkan dilema yang dihadapi oleh Bapepam-LK. Disatu sisi, penerapan sanksi administratif dapat dilihat sebagai sikap yang kurang tegas terhadap pelanggar peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal, terutama yang mengatur tentang sanksi pidana bagi pelanggarnya. Akan tetapi di sisi lain, sanksi administratif dapat dilihat sebagai cara mendapatkan quick win, karena prosesnya cepat dan efisien. Penerapan sanksi pidana dapat dilihat sebagai langkah tegas dan diharapkan dapat menimbulkan efek jera yang tinggi. Akan tetapi, jika tingkat keberhasilannya rendah efek jera yang menyertai sanksi pidana menjadi tidak efektif. Artinya penegakan hukum pidana yang dilakukan Bapepam masih dalam kondisi lemah, hal ini disebabkan berbagai pertimbangan ekonomi dan situasi psikologis pasar, disamping pembuktiannya yang tidak mudah. Dengan kata lain, dalam penegakan hukum pasar modal lebih pada bentuk kebijaksanaan penjatuhan hukuman, sehingga hukum administratif-lah yang dianggap paling tepat.









BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa peningkatan perbuatan pelanggaran hukum dan tindak pidana di pasar modal disebabkan masih lemahnya pelaksanaan penegakan hukum. Penegakan hukum yang dilaksanakan oleh Bapepam-LK belum secara maksimal, sehingga sering terjadi diskresi. Kondisi seperti ini dijadikan peluang bagi pelaku pasar modal untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Oleh karena itu, agar tumbuh efektif Bapepam harus melaksanakan penegakan hukum secara tegas dan konsisten.

B. Saran
Dari kesimpulan diatas perlu diperhatikan baik peraturan Hukum maupun berbagai organisasi dan lembaga hukum yang ada, seperti DPR, Kepolisian, Kejaksaan, Badan-badan Pengadilan maupun berbagai Kementrian yang secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap kinerja pelaku Pasar Modal Indonesia dan/atau asing yang beroperasi di Indonesia, dapat berpengaruh positif terhadap kehidupan dan pembangunan ekonomi yang sudah lama kita cita-citakan. Untuk itu tentu diperlukan beberapa hal sebagai berikut :
1. Adanya kesepakatan secara nasional tentang paradigma sistem ekonomi nasional seperti apa yang harus kita bangun, sesuai dengan kententuan konstitusi-konstitusi kita, khususnya Pembukaan dan pasal 33 dan 34 juncto pasal 27 dan 28 UUD 1945 yang telah 4 (empat) kali di amandemen;
2. Adanya interaksi, pengertian (understanding) dan kerjasama yang baik antara para ahli di bidang ekonomi, termasuk para pengusaha dan pengambil keputusan di bidang hukum (eksekutif, legislatif dan yudikatif);
3. Adanya kesadaran bahwa bukan saja hukum yang harus tunduk pada tuntutan-tuntutan ekonomi, untuk mendapat tujuan pembangunan ekonomi, maka langkah-langkah di bidang ekonomi itu sendiri memerlukan kepastian hukum dan jalur (channel) hukum, sehingga terjalin sinergi antara bidang hukum dan ekonomi. Sinergi itu sendiri diharapkan akan memperkuat pembangunan ekonomi secara sistematik maupun pembangunan Sistem Hukum Nasional, sehingga pada gilirannya baik Sistem Ekonomi Nasional maupun Sistem Hukum Nasional akan semakin mantap dalam perspektif Pembangunan yang Berkelanjutan.






















= DAFTAR PUSTAKA =
-------- Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

-------- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
-------- PP No. 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal
-------- Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, 1995, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1995
-------- Irsan Nasarudin, M. dan Indra Surya, 2004, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Prenada Media, Jakarta Y. Sr i Susilo, dkk, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Penerbit Salemba Empat, Jakarta:2000
-------- PROF. DR. C.F.G SUNARYATI HARTONO, S.H, UPAYA MENYUSUN HUKUM EKONOMI INDONESIA PASCA TAHUN 2003
-------- Anuraga, Pandji dan Piji Pakarti, Pengantar Pasar Modal, Edisi Revisi, Rineka Cipta, Jakarta, 2001
-------- Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, Sinar Baru, Bandung
-------- Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1983
-------- Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, (Bandung: Alumni, 2005)
-------- Erman Rajagukguk HUKUM INVESTASI DAN PASAR MODAL Jakarta 2007 http://www.ermanhukum.com
-------- Khaerudin dan mohammad baker, Kompas Cyber Media,Politik & Hukum
Sosok dan Pemikiran Tidak Ada yang Peduli pada Hukum Ekonomi, http://www.kompas.com Sabtu, 17 Februari 2007
-------- Prof.DR.Joni Emirzon, S.H., M.Hum JURNAL Hukum Bisnis Volume 28 – No.4 Tahun 2009
-------- Arief Setiawan, S.H. BENTUK-BENTUK TINDAK PIDANA PASAR MODAL Rabu, 27 Januari 2010
-------- A.S. Hornby et all, 1984, Kamus Inggris-Indonesia, Edisi Dwi Bahasa, PT. Bentara Antar Asia, Jakarta


Silakan bagi rekan-rekan untuk mengambil sebagian bahasan dari makalah ini, karena tujuan menulis ini untuk kepentingan pendidikan dan penambahan wawasan
jangan lupa mencantumkan html yang aslinya..